Perlindungan Hukum Terhadap Tersangka Anak Sebagai Upaya Untuk Melindungi Hak Asasi Anak: Studi Wilayah Kepolisian Resot Kabupaten Ponorogo
Autor: | Layyin Mahfiana |
---|---|
Jazyk: | Arabic<br />English<br />Indonesian |
Rok vydání: | 2010 |
Předmět: | |
Zdroj: | Kodifikasia, Vol 5, Iss 1, Pp 1-33 (2010) |
Druh dokumentu: | article |
ISSN: | 1907-6371 2527-9254 |
DOI: | 10.21154/kodifikasia.v5i1.753 |
Popis: | Abstrak: Kedudukan anak dengan segala ciri dan sifatnya yang khas perlu dipertimbangkan dalam menghadapi dan menanggulangi perbuatan dan tingkah laku anak nakal. Dalan realitanya kedudukan anak dengan ciri dan sifat yang khas ini seringkali dilanggar oleh penegak hukum, sehingga anak kehilangan hak asasinya. Artikel ini akan menjelaskan: pertama, proses penyidikan guna melindungi hak asasi anak. Anak mempunyai beberapa hak di antaranya hak untuk segera diperiksa; penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari pembimbing kemasyarakatan; penyidik tidak memakai pakaian dinas; hak anak yang dikenakan upaya paksa penahanan, maka tempat tahanan anak harus dipisahkan dari tempat tahanan orang dewasa, dan selama anak ditahan, kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial anak harus tetap dipenuhi; hak mendapatkan bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan; hak untuk memberi keterangan dalam keadaan bebas, tidak butuh waktu lama, menggunakan bahasa lugas dan dimengerti anak; dalam penyidikan anak perlu dirahasiakan; dan lamanya waktu penahanan. Hak-hak tersebut diatas, dalam prakteknya tidak semuanya terpenuhi dengan baik dengan beberapa alasan, diantaranya keterbatasan personel, ruangan yang terbatas, prosedur yang lambat, keterbatasan dana dan kurangnya kesadaran dari penyidik. Kedua, faktor-faktor yang menjadi penghambat perlindungan hukum terhadap anak. Rata-rata tersangka anak itu adalah anaknya golongan menengah kebawah, sehingga tidak mampu membayar pengacara. Dalam proses penyidikan terkadang penyidik juga susah meminta keterangan kepada anak. Dalam aturan kasus anak harus tertutup tetapi dalam realitanya media selalu mencari berita, akhirnya terekspos. Belum maksimalnya peran PPT (Pusat Pelayanan Terpadu) sehingga visum untuk perbuatan tindak pidana (korban/pelaku) khususnya anak harus bayar sendiri dan hasilnya kadang membutuhkan waktu lama; Ruangan pemeriksaan dan shelter yang terbatas; Belum adanya LSM yang benar-benar konsen menangani masalah anak yang bermasalah dengan hukum; Selama ini PPT terfokus pada perlindungan korban, sedangkan dalam aturan dan prakteknya juga, masih sangat minim sekali perlindungan terhadap pelaku terutama masalah pelayanan kesehatan. |
Databáze: | Directory of Open Access Journals |
Externí odkaz: |