Popis: |
Abstract Sanitation is one of the basic urban infrastructure and requires special attention in its management. The causes of poor sanitation conditions in Indonesia are weak sanitation development planning: not integrated, misdirected, not according to needs, and unsustainable, as well as lack of public attention to clean and healthy living behavior (PHBS). The poor sanitation conditions have a negative impact on many aspects of life, ranging from the decline in quality of life, contamination of drinking water sources, increasing number of diarrhea incidents and the emergence of diseases in infants, decreased competitiveness and image, to the economic downturn. One of the efforts to improve sanitation conditions is by preparing a responsive and sustainable sanitation development plan that has principles based on actual data, at the district / city scale, prepared by the local government: from, by and for districts / cities, and incorporating a bottom-up approach up and top-down. The purpose of this study is to provide an overview of a sanitary condition including the behavior of people who are at risk for environmental health both in the household and its surroundings so that accurate initial information will be obtained according to reality and can be used as a basis for sanitation risk assessment as well as consideration for policy making sanitation sector. One method used is the EHRA is a participatory study to identify the condition of sanitation, hygiene and community behavior on a household scale. The resulting data can be used for the development of sanitation programs including advocacy in the district / city up to the village. Based on the results of the EHRA analysis, it can be concluded that Kedungwuni District has various sanitation risks. The IRS results indicate that the village with a level of risk: is less risk is 6 villages; moderate risk is 5 villages; high risk is 6 villages and very high risk 2 villages. Abstrak Sanitasi merupakan salah satu prasarana dasar perkotaan dan memerlukan perhatian yang khusus dalam pengelolaannya. Penyebab buruknya kondisi sanitasi di Indonesia adalah lemahnya perencanaan pembangunan sanitasi: tidak terpadu, salah sasaran, tidak sesuai kebutuhan, dan tidak berkelanjutan, serta kurangnya perhatian masyarakat pada perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Buruknya kondisi sanitasi ini berdampak negatif di banyak aspek kehidupan, mulai dari turunnya kualitas hidup, tercemarnya sumber air minum, meningkatnya jumlah kejadian diare dan munculnya penyakit pada balita, turunnya daya saing maupun citra, hingga menurunnya perekonomian. Salah satu upaya memperbaiki kondisi sanitasi adalah dengan menyiapkan sebuah perencanaan pembangunan sanitasi yang responsif dan berkelanjutan serta memiliki prinsipberdasarkan data aktual, berskala kabupaten/kota, disusun sendiri oleh pemerintah daerah: dari, oleh, dan untuk kabupaten/kota, serta menggabungkan pendekatan bottom-up dan top-down. Adapun tujuan dalam studi ini adalah memberikan hasil gambaran dari suatu kondisi sanitasi termasuk perilaku masyarakat yang berisiko terhadap kesehatan lingkungan baik dalam rumah tangga maupun sekitarnya sehingga akan diperoleh informasi awal yang akurat sesuai realita dan dapat dipergunakan sebagai dasar dalam penilaian risiko sanitasi sekaligus pertimbangan bagi pengambilan kebijakan bidang sanitasi. Salah satu metode yang digunakan adalah EHRA yaitu sebuah studi partisipatif di untuk mengenai kondisi sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat pada skala rumah tangga.Data yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi termasuk advokasi di kabupaten/kota sampai dengan desa/kelurahan. Berdasarkan hasil analisa EHRA dapat disimpulkan bahwa Kecamatan kedungwuni memiliki resiko sanitasi beragam. Hasil IRS menunjukkan bahwa desa/ kelurahan dengan tingkat resiko: kurang beresiko yaitu 6desa; resiko sedang yaitu 5 desa; resiko tinggi yaitu 6 desa dan resiko sangat tinggi 2 desa. |