KETIDAKTERATURAN HUKUM PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DI INDONESIA
Autor: | Sulaiman, Muhammad Adli, Teuku Muttaqin Mansur |
---|---|
Jazyk: | angličtina |
Rok vydání: | 2019 |
Předmět: | |
Zdroj: | Law Reform: Jurnal Pembaharuan Hukum, Vol 15, Iss 1, Pp 12-24 (2019) |
Druh dokumentu: | article |
ISSN: | 1858-4810 2580-8508 |
DOI: | 10.14710/lr.v15i1.23352 |
Popis: | ABSTRACT ^ Legislations related to the recognition and protection of indigenous peoples (MHA), has many born. The problem is MHA even feel the irregularity of the law. This study to discuss what causes irregularity in the recognition and protection of MHA, how to maintain the orientation of law reform related to MHA, and what is the mindset that needs to be built within the framework of the recognition and protection of MHA in Indonesia? This study found that irregularities in the recognition and legal protection MHA occur for many reasons, including a variety of terms and a number of dimensions as well as the institutions that deal with the MHA itself. Orientation of legal reforms related to MHA seen from the filing of judicial review of laws that are not in accordance with UUD 1945. There are four very important Putusan MK relating to the existence of the MHA, the MK Decision No. 001-21-22/PUU-I/2003 and No. 3/PUU-VIII/2010 (clarify the phrase "the greatest welfare of the people"), The MK Decision No. 10/PUU-I/2003 (clarifies the four requirements MHA), the MK Decision No 35/PUU-X/2012 (distinguishing indigenous forests and state forests), and the MK Decision No 006/PUU-III/2005 and No. 11/PUU-V/2007 (basic constitutional losses). ^ Keywords: Indigenous Peoples; Irregularity Law; Recognition. ^ ABSTRAK Peraturan perundang-undangan terkait pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat (MHA) sudah banyak dilahirkan tapi masyarakat hukum adat justru merasakan ketidakteraturan hukum. Tulisan ini membahas apa yang menyebabkan ketidakteraturan dalam pengakuan dan perlindungan MHA, bagaimana menjaga orientasi pembaruan hukum terkait MHA, dan tata pikir yang seperti apa perlu dibangun dalam rangka pengakuan dan perlindungan MHA di Indonesia. Penelitian ini menemukan bahwa ketidakteraturan dalam pengakuan dan perlindungan hukum MHA terjadi karena banyak sebab, antara lain ragam istilah dan banyaknya dimensi serta lembaga yang menangani MHA itu sendiri. Orientasi pembaruan hukum terkait MHA terlihat adanya pengajuan yudicial review terhadap UU yang tidak sejalan dengan UUD 1945. Ada empat putusan MK yang sangat penting terkait dengan keberadaan MHA, yakni Putusan MK No. 001-21-22/PUU-I/2003 dan No. 3/PUU-VIII/2010 (memperjelas tolak ukur frasa “sebesar-besar kemakmuran rakyat”), Putusan MK No. 10/PUU-I/2003 (memperjelas empat syarat MHA), Putusan MK No. 35/PUU-X/2012 (membedakan hutan adat dan hutan negara), dan Putusan MK No. 006/PUU-III/2005 dan 11/PUU-V/2007 (dasar kerugian konstitusional). ^ Kata Kunci: Masyarakat Hukum Adat; Ketidakteraturan Hukum; Pengakuan. |
Databáze: | Directory of Open Access Journals |
Externí odkaz: |