HUBUNGAN KADAR APOLIPOPROTEIN B 100 SERUM DENGAN PERMEABILITAS GLOMERULUS PADA PENDERITA NEFROPATI DIABETIKUM

Autor: WISDA, WIDIASTUTI
Jazyk: indonéština
Rok vydání: 2015
Předmět:
Popis: Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.1 Prevalensi diabetes melitus terus meningkat di seluruh dunia. Diperkirakan saat ini terdapat 285 juta orang menderita diabetes diseluruh dunia dan angka ini terus meningkat mencapai 438 juta pada tahun 2030.2 Peningkatan tajam insiden diabetes ini 70-80% terjadi di negara berkembang sedangkan di negara maju lebih kurang 20%.2,3 Menurut World Health Organisation (WHO), Indonesia menempati peringkat keempat jumlah pasien diabetes terbanyak di dunia setelah India, China dan Amerika Serikat (AS).4,5 Jumlah penderita DM Tipe 2 di Indonesia pada tahun 2000 adalah 8,4 juta orang dan diperkirakan jumlah ini akan meningkat pesat menjadi 21,3 juta orang pada tahun 2030.6 Lebih dari 90% pasien diabetes adalah pasien diabetes melitus tipe 2 (DMT2).5 Sekitar 3,2 juta kematian setiap tahun diakibatkan oleh komplikasi diabetes dan terjadi enam kematian setiap menit akibat diabetes. Menurut Centers for Disease Control (CDC), diabetes adalah penyebab ketujuh kematian di AS.4,5 Komplikasi Diabetes Melitus sendiri terdiri dari komplikasi mikroangiopati dan komplikasi makroangiopati. Komplikasi mikroangiopati yang terbanyak adalah nefropati diabetes (ND), berhubungan dengan kematian yang tinggi pada pasien diabetes dan merupakan penyebab utama dari penyakit ginjal tahap akhir (PGTA), dimana prevalensinya 40% dari penyakit ginjal tahap akhir.6,7,8 Sehingga pada saat pasien diabetes telah didiagnosis dengan ND, hanya sedikit yang dapat dilakukan untuk mencegah progresivitas berlanjutnya menuju PGTA.9 Penyakit ginjal kronik (PGK) tahap akhir menjadi masalah yang besar oleh karena prevalensinya yang semakin meningkat diseluruh dunia.3 Menurut data National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) tahun 1999-2004, prevalensi PGK diantara populasi Amerika adalah 15,3%.5 Saat ini PGK sudah menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat, walaupun besaran dimensinya belum begitu jelas.6 Di seluruh dunia diperkirakan saat ini terdapat 1,8 juta yang mendapat pengobatan pengganti ginjal, mencakup yang menjalani dialisis dan transplantasi, lebih dari 90% diantaranya berada di negara maju. Sedangkan prevalensi di negara yang berkembang saat ini meningkat dengan cepat seiring dengan kemajuan ekonomi.7,8 Masalah lainnya adalah biaya pengobatan pengganti dialisis dan transplantasi ginjal yang tinggi sekali. Di Indonesia, biaya dialisis untuk satu orang dapat mencapai antara Rp 50 juta sampai Rp 70 juta/tahun, sedangkan di Amerika lebih dari $50.000/tahun. Hal ini mengakibatkan jumlah biaya pengobatan menjadi amat membebani perorangan maupun pemerintah.8 Pada banyak pasien PGK terutama yang masih tahap awal, keadaan ini dapat didiagnosis secara dini dengan melakukan pemeriksaan penyaring sehingga dapat dilakukan pengobatan secara dini.10,11 Pada pemeriksaan urin, proteinuria merupakan suatu petanda adanya kerusakan ginjal. Proteinuria juga merupakan prediktor progresivitas penyakit ginjal, baik pada DM maupun yang tidak DM, dimana albumin adalah jenis protein yang paling dominan (60-90%) pada urin.10,11,12 Pada keadaan normal, albumin urin tidak melebihi 30 mg/hari. Bila albumin di urin 30-300 mg/hari , hal ini disebut mikroalbuminuria.13 Mikroalbuminuria adalah tanda klinis paling dini ND.14 Saat mikroalbuminuria telah terjadi, intervensi intensif faktor risiko hanya dapat mengurangi separuh terjadinya komplikasi menuju makroalbuminuria (albuminuria klinis).15,16 American Diabetes Association (ADA) pada tahun 2009 dan Perkeni tahun 2011 merekomendasikan pemeriksaan skrining dan pengobatan mikroalbuminuria pada semua pasien DMT2 pada saat awal diagnosis.17,18 ADA, National Kidney Foundation (NKF), Kidney Disease Outcome Quality Initiative (KDOQI), The Joint National Comittee 7 (JNC 7) merekomendasikan pemeriksaan albumin creatinin ratio (ACR) dari sampel urin pagi untuk pemeriksaan mikroalbuminuria.19,20 Pemeriksaan mikroalbuminuria dapat dilakukan dengan pemeriksaan albumin kuantitatif 24 jam atau ACR.20,21 Pemeriksaan ACR umumnya digunakan sebagai pengganti pemeriksaan kadar albumin urin 24 jam mengingat sulitnya pengumpulan urin 24 jam.22,23 Suatu penelitian yang dilakukan oleh Viswanathan V et al (2003) untuk membandingkan antara ACR dengan urin sewaktu, urin pagi dan kecepatan ekskresi albumin urin 24 jam (albumin excretion rate/AER). Dari hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa ACR urin sewaktu maupun ACR urin pagi berkorelasi bermakna dengan kecepatan eksresi albumin 24 jam (p
Databáze: OpenAIRE