Popis: |
Latar Belakang Peningkatan populasi penduduk, tingkat kesejahteraan dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya protein hewani menyebabkan meningkatnya permintaan sumber protein hewani terutama daging. Berdasarkan data statistik, konsumsi daging perkapita pertahun adalah 4.13 kg pada tahun 2006 dan meningkat 24% pada tahun 2007 menjadi 5.13 kg perkapita. Konsumsi daging domba dan kambing sebanyak 6,5% dari konsumsi daging total, yaitu 0.26 kg perkapita pertahun pada tahun 2006 dan meningkat menjadi 0.27 kg perkapita pada tahun 2007 (Statistik Peternakan,2008). Meningkatnya pendidikan dan pemahaman masyarakat terhadap pentingnya makanan yang bergizi cenderung meningkatkan konsumsi terutama pada daging. Didalam dunia kedokteran terdapat pro dan kontra terhadap pengaruh konsumsi daging dalam jangka panjang terhadap kesehatan. Banyak menduga bahwa daging banyak mengandung kolesterol terutama pada daging domba. Masyarakat beranggapan bahwa kolesterol merupakan suatu zat berbahaya yang menyebabkan gangguan kesehatan, terutama penyakit aterosklerosis (penyumbatan pembuluh darah), jantung, dan tekanan darah tinggi. Untuk mencapai tingkat kehidupan yang sehat perlu diketahui nutrisi bahan makanan yang diperlukan tubuh, sehingga dalam hal ini makanan tidak hanya untuk mengurangi dalam pemenuhan rasa lapar, tetapi perlu dilihat dalam makanan meliputi air, karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Disamping perbedaan fisik, kualitas daging domba bertekstur lebih empuk dan halus serta tidak berbau amis lain halnya dengan daging kambing. Perbandingan Kandungan Nilai Gizi Daging Domba & Kambing Per 100 gram dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Kandungan Gizi (%) Daging Kalori Protein Lemak Ca P Fe Vit B1 Air Domba 206 17.1 14.8 10 191 2.6 0.15 66.3 Kambing 154 16.6 9.2 11 124 1.0 0.09 70.3 Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (2010) Setiap 100 gram berat daging domba memiliki kandungan kalori, protein, lemak, fosfor, zat besi dan vitamin yang lebih tinggi dibandingkan per 100 gram berat daging kambing. Data yang diperoleh dari Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, diketahui bila kandungan nilai gizi daging domba adalah jauh lebih baik dibandingkan daging kambing per 100 gram berat daging. Domba merupakan salah satu komoditi ternak yang ikut berperan dalam pemenuhan kebutuhan daging dan dapat dikembangkan sebagai produk unggulan di sektor peternakan. Terdapat beberapa aspek yang menjadi keunggulan ternak domba, yaitu : dapat berkembang biak dengan cepat, mudah menyesuaikan diri terhadap lingkungan dan dagingnya relatif digemari oleh masyarakat luas. Ternak domba harus ditingkatkan produktivitasnya agar dapat memenuhi permintaan daging yang semakin meningkat. Secara umum, produktivitas ternak domba di Indonesia masih relatif rendah, hal ini berkaitan dengan rendahnya kualitas dan kuantitas yang tersedia. Pemanfaatan zat gizi oleh ternak ruminansia, khususnya ternak domba dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia zat gizi yang terkandung di dalam bahan pakan tersebut, disamping oleh aktivitas enzimatis mikroba rumen. Nilai nutrisi bahan pakan dinyatakan baik apabila memberikan nilai hayati tinggi yang dapat dilihat dari respon produksi ternak terhadap bahan pakan tersebut. Kinerja fermentasi rumen dapat ditingkatkan melalui berbagai pendekatan, antara lain dengan pemberian suplemen (Fallon & Harte 1987; Mutsvangwa et al. 1992; Haryanto et al. 1998) dan faktor pertumbuhan mikroba (Hungate & Stack 1982; Thalib 2002). Pengembangan dan peningkatan produksi ternak ruminansia membutuhkan dukungan persediaan makanan yang baik dan memadai. Mineral menjadi faktor pembatas pertumbuhan mikroba rumen pada ternak yang mendapat pakan berkualitas rendah seperti rumput lapangan. Produksi ternak domba yang tinggi perlu didukung oleh ketersediaan hijauan yang cukup dan kontinyu. Salah satu rumput yang potensial dan sering diberikan pada ternak domba adalah rumput lapangan. Namun, rumput lapangan mempunyai kualitas yang rendah. Hal ini ditunjukkan oleh kandungan BK 20,58%, SK 22,49%, PK 8,18%, Lemak 4,18%, NDF 67,66%, ADF 49,57%, Selulosa 27,59%, Hemiselulosa 18,09%, Lignin 12,30%, Silika 9,65%, TDN 56,20%, (Hasil Analisis Laboratorium Nutrisi Ruminansia, 2012). Menurut Evitayani et al (2006a) menunjukkan bahwa nilai nutrisi rumput beberapa hijauan di Sumatera Barat tidak cukup dalam hal mineral esensial makro dan mikro untuk mendukung produksi ternak maksimal di Indonesia. Defisiensi P, Mg, dan S di musim hujan adalah 30,8, 23,1 dan 30,8%, sedangkan kekurangan P dan S pada musim kemarau adalah 30,8% dan 46,2%, masing-masing. hanya kekurangan mineral, kondisi daerah tropis yang memiliki 2 musim yaitu musim kemarau dan penghujan juga dapat menurunkan produktivitas ternak. Sepanjang musim kemarau tingkat cekaman stress lebih tinggi dibandingkan dengan musim penghujan. Hal ini dikuatkan oleh Evitayani et al (2006b) bahwa konsentrasi mineral mikro dari hijauan dan distribusi di fraksi serat bervariasi antar spesies dan musim. Data hijauan menunjukkan bahwa 75% dari kacang-kacangan adalah kekurangan Zn dan Mn, 62,5% kekurangan Cu dan 50% kekurangan Se. Tidak ada spesies leguminosa yang kekurangan Fe. Hasil distribusi mineral mikro pada NDF dan ADF juga signifikan dipengaruhi oleh spesies dan musim serta tergantung pada jenis elemen yang diukur. Umumnya, mineral mikro dikaitkan dalam pecahan serat dan menghasilkan jauh lebih tinggi pada musim kemarau dibandingkan dengan musim hujan. Besi (Fe) dan selenium (Se) di hijauan adalah elemen tertinggi terikat dalam NDF dan ADF, sedangkan terendah ditemukan untuk Timbal (Cu). Penyediaan optimal selenium organic (Se) dengan kombinasi vitamin E memperbaiki daya tahan terhadap penyakit sehingga meningkatkan produksi dan reproduksi ternak. Kerja Se berhubungan erat dengan antioksidan yang lainnya terutama vitamin E, ditambahkan oleh MacPherson (1994) bahwa aktifitas Se dan vitamin E bekerja secara sinergis sebagai antioksidan utama dalam menghilangkan radikal bebas, radikal lemak, oksigen atau metabolit reactive oksigen yang merupakan bagian yang penting dari fungsi sel, akan tetapi berpotensi mengakibatkan kerusakan sel dan proses penyakit bila pola mekanisme pertahanannya berlebihan. Keseimbangan antioksidan dan prooksidan merupakan unsur penting dalam pembentukan gen dan salah satu jalan untuk memelihara effisiensi produksi dan reproduksi pada ternak (Bowie and O’neill, 2000). Dalton et al (1999) menerangkan bahwa berbagai kondisi stress merangsang pembentukan radikal bebas yang disebabkan penurunan rangkaian oksidasi dan phosporilasi dalam mitokondria sehingga menghasilkan peningkatan kerusakan elektron dan produksi radikal superoksida yang berlebihan. Pemberian kombinasi ransum yang disuplementasi mineral Se dan vitamin E pada ternak domba merupakan tolak ukur penilaian palatabilitas suatu bahan pakan, apakah bahan pakan tersebut cukup palatabel atau tidak, akan terlihat dari tingkat konsumsi pakan. Konsumsi ransum berpengaruh terhadap kecernaan zat-zat makanan, kualitas daging yang dihasilkan, pertambahan bobot badan, effisiensi ransum dan nilai ekonomis yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Disamping itu, ketakutan masyarakat terhadap kolesterol merupakan salah satu penyebab rendahnya mengkonsumsi daging, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui apakah dengan pemberian kombinasi ransum disuplementasi mineral Selenium dan vitamin E yang dapat meningkatkan produktivitas kecernaan zat-zat makanan, pertambahan bobot badan dan kualitas daging yang baik dengan rendahnya kadar kolesterol, serta nilai ekonomis yang memberikan laba/untung. |