Popis: |
Tulisan ini menganalisis sakralitas Pasela sebagai penjaga di batas dan wilayah Talawaan Kabupaten Minahasa Utara yang sekarang ini didesakralisasi oleh pemahaman yang keliru dari masyarakat. Pasela yang merupakan peninggalan para dotu-dotu yang sakral kini terbengkalai, disalah pahami dan dianggap sebagai berhala. Di sisi lain masyarakat digiring untuk melupakan dan meninggalkan identitas, warisan kultural masyarakat Talawaan. Pengaruh Kekristenan sangat mendominasi sehingga masyarakat beranggapan bahwa mempercayai Pasela merupakan penyembahan kepada berhala dan menggantikannya dengan doa menurut kepercayaan Kristen. Penulis menggunakan pendekatan teori Sakral-profan dari Mircea Eliade dan teori Simbol dari Clifford Geertz bahwa, manusia menyadari keberadaan yang sakral karena yang sakral menunjukan dirinya, memanifestasikan dirinya, menjadi sesuatu yang sangat berbeda dari yang profan. Pasela sebagai simbol sakral harus dihidupi oleh ritual-ritual karena situs sakral jika tidak dihidupi oleh ritual makan dengan sendirinya simbol tersebut akan menjadi ritus sosial. Masyarakat yang meyakini pasela bukan berarti hanya karena kekagumannya, melainkan merasah memenuhi kewajibannya, bukan karena takut, melainkan karena hormat. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik wawancara, observasi, dan studi pustaka juga peneliti akan menggunakan pendekatan etnografis dalam penelitian ini. Penelitian ini berkesimpulan bahwa pasela merupakan hierophany dari yang sakral. Pasela sebagai axis mundi merupakan simbol sakral yang menghasilkan keteraturan dalam kehidupan masyarakat secara luas, tempat masyarakat Talawaan berhubungan dengan yang mereka percayai sebagai Tuhan. Kepercayaan terhadap pasela tidak sama dengan mengopo karena itu gans andere masyarakat meyakini pasela karena manifestasi dari yang sakral. |