MAKNA PERANGKAT PEMUJAAN BUDHA PAKSA PAKARANA
Autor: | Ida Bagus Purwa Sidemen |
---|---|
Rok vydání: | 2017 |
Zdroj: | Dharmasmrti: Jurnal Ilmu Agama dan Kebudayaan. 17:103-112 |
ISSN: | 2620-827X 1693-0304 |
DOI: | 10.32795/ds.v17i02.96 |
Popis: | Pemujaan Budha Paksa Pakarana memiliki perangkat pemujaan sebagai syarat mutlak yang harus dimiliki dalam melakukan tugasnya memimpin dan mengantarkan umat Hindu didalam melaksanakan upacara. Dalam perangkat pemujaan Budha Paksa Pakarana, terdiri dari : rarapan, wanci kembang ura, wanci bhija, wanci samsam, wanci ghanda, pamandyangan, sesirat, pengasepan, pedamaran, patarana atau lungka-lungka, saab/kereb/tudung, genta (genta padma), bajra, canting, penastan.Juga pada saat seorang Pandita sedang muput sebuah upacara, memakai atribut dan busana kepanditaan seperti : wastra, kampuh, kawaca, pepetet/petet, santog, sinjang, slimpet/sampet/paragi, kekasang, astha bharana/guduita, gondola, karna bharana, kanta bharana, rudrakacatan aksamala, gelangkana, angustha bharana, dan sebuah amakuta atau yang lebih dikenal dengan nama bhawa atau ketu. Hasil observasi dan analisa menyiratkan makna Budha Paksa Pakarana yaitu perangkat pemujaan Budha Pakarana sebagai sarana penghubung antara seorang pandita dari golongan Budha dengan Sang Hyang Budha (Tuhan). Pandita dari golongan Budha Paksa memiliki tugas dan kewajiban serta agem-ageman tertentu untuk melakukan pemujaan dalam sebuah upacara besar agama Hindu di Bali. Pandita Budha Paksa bertugas untuk melakukan pemujaan pada alam tengah (Bwah Loka), selain Pandita Siwa untuk melakukan pemujaan pada alam atas (Swah Loka) dan Pandita Bhujangga Waisnawa bertugas untuk melakukan pemujaan pada alam bawah (Bhur Loka). |
Databáze: | OpenAIRE |
Externí odkaz: |