The Manyanggar Tradition and Harmony of The Bakumpai Dayak Community in Central Kalimantan
Autor: | Surya Sukti, Munib Munib, Frenky Frenky, Rachmadi Rachmadi |
---|---|
Rok vydání: | 2022 |
Zdroj: | El-Mashlahah. 12:1-13 |
ISSN: | 2622-8645 2089-1970 |
DOI: | 10.23971/elma.v12i1.3663 |
Popis: | The problem in this study is related to the tradition of manyangar heritage of the Hindu Kaharingan religion which is still maintained by the Bakumpai Dayak community even though they are already Muslim. The purpose of this study is to explore how the implementation of the manyangar tradition, explore the reasons for the community to carry out the tradition and analyze the content of Islamic values in the manyanggar tradition. This research is empirical legal research using a descriptive qualitative approach. The findings in this study are that there are two versions of the implementation of this tradition, firstly, the regency of South Barito and Murung Raya, still carry out manyanggar as in the past, using offerings and there are handlers who communicate with Jinn and Gods. Second, in the North Barito regency, manyangar activities have changed, namely by reading ṣalawat burdah around the village and no longer using offerings such as 40 kinds of cakes, buffalo heads, goat heads, chickens, and others. The reasons why people carry out the tradition of manyanggar include, firstly, people still believe in animist beliefs. Second, the community implements customary law that has been passed from generation to generation. As for those related to Islamic values in community-building activities, namely the spirit of cooperation, they work together in carrying out workshops, such as cooperation in making stages, making ancak, making cakes, making food ingredients, and others. The value of alms, in the event of dancing, requires a lot of funds and food ingredients. The funds and food ingredients are donated or donated by community members.Keywords: Manyanggar Tradition, Harmony, and Dayak Bakumpai.ABSTRAKPermasalahan dalam penelitian ini terkait adat manyanggar peninggalan agama Hindu Kaharingan masih dipertahankan oleh warga masyarakat Dayak Bakumpai padahal mereka sudah beragama Islam. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menelusuri bagaimana pelaksanaan adat manyanggar, menelusuri alasan masyarakat melaksanakan adat tersebut, dan menganalisis kandungan nilai-nilai Islami pada adat manyanggar tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Temuan dalam penelitian ini adalah pelaksanaan adat ini terdapat dua versi, pertama, kabupaten Barito Selatan dan Murung Raya, masih melaksanakan manyanggar seperti zaman dahulu, dengan menggunakan sesajen dan ada pawang yang mengkomunikasikan dengan makhluk jin dan dewa. Kedua, kabupaten Barito Utara, kegiatan manyanggar sudah mengalami perubahan yaitu dengan cara membaca shalawat burdah keliling kampung dan tidak lagi menggunakan sesajen seperti kue 40 macam, kepala kerbau, kepala kambing, ayam dan lain-lain. Alasan masyarakat melaksanakan adat manyanggar di antaranya, pertama masyarakat masih mempercayai kepercayaan animisme. Kedua, masyarakat melaksanakan hukum adat yang sudah berlangung secara turun-temurun. Adapun yang terkait dengan nilai-nilai Islam dalam kegiatan manyanggar yaitu semengat gotong royong, mereka bergotong royong dalam melaksanakan acara manyanggar, seperti gotong royong membuat panggung, membuat ancak, membuat kue, membuat bahan makanan, dan lain-lain. Nilai sedekah, dalam acara manyanggar banyak memerlukan dana dan bahan-bahan makanan. Dana dan bahan-bahan makanan itu disumbangkan atau disedekahkan oleh warga masyarakat.Kata Kunci: Adat Manyanggar, Keharmonisan, dan Dayak Bakumpai. |
Databáze: | OpenAIRE |
Externí odkaz: |