PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PPAT YANG MENYALAHGUNAKAN WEWENANG DALAM PEMBUATAN AKTA OTENTIK (STUDI PUTUSAN PENGADILAN TINGGI BALI NOMOR 55/Pid/2017/PT DPS)
Autor: | null Widya Kristianti, null Agus Nurudin |
---|---|
Rok vydání: | 2023 |
Zdroj: | Jurnal Akta Notaris. 1:44-57 |
ISSN: | 2964-089X 2964-9617 |
DOI: | 10.56444/aktanotaris.v1i2.396 |
Popis: | Peraturan PPAT diatur dalam PP No. 37 Tahun 1998 Pasal 1, Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. PPAT dalam menjalankan tugas jabatannya haruslah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dalam kode etik. Apabila produk yang dibuat itu cacat, maka dapat membuat PPAT tersebut dituntut oleh pihak terkait yang merasa dilanggar haknya ataupun dirugikan, selain itu PPAT tersebut dapat menjadi sebagai pelaku, turut tergugat atau tergugat dalam suatu peradilan dan apabila dalam membuat akta terdapat unsur-unsur tindak pidana maka PPAT dapat menjadi tersangka, bahwa PPAT tersebut dengan sengaja melakukan pemalsuan akta otentik. Permasalah bagaimana akibat hukum terhadap akta PPAT yang dibuat, sanksi apa yang harus diterima oleh PPAT setelah menyalahgunakan wewenangnya terhadap akta yang dibuat. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris, sumber data yaitu data primer dan data sekunder, Spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analitis, Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif. Hasil penelitian menyatakan akta ppat yang cacat hukum dan mengandung unsur perbuatan melawan hukum dapat dibatalkan karena tidak dilakukan secara terang dan tunai. PPAT dinyatakan telah terbukti secara sah dan bersalah melakukan tindak pidana “memalsukan surat berupa akta otentik”maka Sanksi yang diterima PPAT yaitu sanksi administrasi dan dijatuhi pidana mengingat Pasal 264 ayat (1) Ke-1 KUHP. |
Databáze: | OpenAIRE |
Externí odkaz: |