HAKIKAT DAN TUJUAN PERNIKAHAN DI ERA PRA-ISLAM DAN AWAL ISLAM
Autor: | Ridwan Angga Januario, Fadil Sj, Moh. Thoriquddin |
---|---|
Rok vydání: | 2022 |
Zdroj: | JURNAL AL-IJTIMAIYYAH. 8:1 |
ISSN: | 2461-0755 2654-5217 |
DOI: | 10.22373/al-ijtimaiyyah.v8i1.11007 |
Popis: | Marriage is a sacred event experienced by a man and a woman. According to the marriage, there is inner and outer peace, but looking at the historical facts, especially in the pre-Islamic era, women did not get a favorable position at that time. Which is influenced by the socio-cultural society that adheres to a patriarchal system. So, that men monopolize all matters related to family matters. This results in inequality in social life. The existence of a marriage tradition rooted in the patriarchal system, resulted in the marriage being like a sale and purchase contract, where women became the object of merchandise. From the results of the study it was found that in the pre-Islamic era, the nature of marriage was something that was natural and cultural. Meanwhile, the purpose of marriage is only to obtain offspring and satisfy lust. As long as for the Islamic era, the nature of marriage is something that is instinctive and the law is regulated by religion. With the result that marriage is intended to worship, find happiness, produce offspring, and vent lust.Keywords: Marriage; Pre-Islamic; Early Islam.Abstrak: Pernikahan merupakan suatu peristiwa sakral yang dialami oleh pasangan pria dan wanita. Yang mana dengan adanya pernikahan tersebut, maka diperoleh ketenteraman lahir dan batin, Namun melihat fakta sejarah yang ada, terlebih di era pra Islam, maka perempuan tidaklah mendapatkan posisi yang menguntungkan kala itu. Yang mana hal tersebut terpengaruh oleh sosio kultural masyarakat yang menganut sistem patriarki. Sehingga pria memonopoli segala urusan terkait dengan masalah keluarga. Hal ini mengakibatkan adanya ketidaksetaraan di dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Adanya tradisi perkawinan yang mengakar pada sistem patriarki, mengakibatkan pernikahan tersebut tak ubahnya sebagai kontrak jual beli, di mana wanita menjadi obyek barang dagangan. Dari hasil penelitian didapati bahwa pada era pra-Islam, hakikat pernikahan adalah sesuatu yang sifatnya alamiah dan kultural. Sedangkan tujuan pernikahan hanya semata untuk memperoleh keturunan dan memuaskan syahwat. Adapun pada masa Islam, hakikat pernikahan adalah sesuatu yang sifatnya naluriah dan hukum yang diatur oleh agama. Sedangkan pernikahan ditujukan untuk beribadah, mendapatkan kebahagiaan, memperoleh keturunan, dan melampiaskan syahwat.Kata Kunci: Pernikahan; Pra Islam; Awal Islam. |
Databáze: | OpenAIRE |
Externí odkaz: |