PROSES PENYELESAIAN SENGKETA PERTANAHAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL DI KABUPATEN SOPPENG
Autor: | Suriyaman Mustari Pide |
---|---|
Jazyk: | angličtina |
Rok vydání: | 2013 |
Předmět: | |
Popis: | Ketika Hak Ulayat telah beralih ke hak individu, maka dalam realitas sosial secara otomatis mengubah sekaligus menggeser keberadaan dan eksistensi hak ulayat (deulayatisasi) dan tidak dapat dipulihkan kembali menjadi hak kolektif. Adanya kesalahan persepsi terhadap hukum positif (UUPA) cenderung mengarah pada kompleksitas masalah pertanahan dan tidak menutup kemungkinan berujung pada konflik, baik antara masyarakat, pemerintah dan pihak swasta. Hapusnya Hak Ulayat dalam penguasaan hak atas Tanah Adat, tidak berarti hak tradisional lainnya sebagai nilai-nilai kearifan lokal juga ikut berakhir. Meskipun sifatnya heterogen di berbagai wilayah, namun dianggap sangat relevan utamanya dalam penegakan hukum, bahkan menjadi perekat dan penunjang terpeliharanya keutuhan bangsa. Dalam kaitannya dengan sengketa penguasaan hak atas tanah, kearifan lokal memiliki keunikan bagaimana suatu sengketa dapat dan seharusnya diselesaikan. Penelitian ini bertujuan untuk menelusuri sejauh mana eksistensi kearifan lokal dalam realitasnya dapat memenuhi dan menjawab dari sekian banyak dan begitu kompleksnya masalah sengketa tanah di dalam masyarakat hukum adat. Untuk mencapai tujuan dari penelitian ini, maka populasi penelitian adalah warga masyarakat di Kabupaten Soppeng, khususnya di daerah Marioriawa. Secara cultural di daerah tersebut diindikasikan masih eksis nilai-nilai kearifan lokal dalam tubuh masyarakatnya. Besaran sampel adalah sebanyak minimal 50 orang di lokasi penelitian dan ditentukan dengan cara purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Keberadaan masayarakat hukum adat dengan seperangkat kearifan lokal masih eksis sebagai salah satu lokalitas pondasi kebhinnekaan budaya Indonesia, (2) Deulayatisasi oleh karena kebijakan pemerintah melalui penetapan produk hukum positif, menjadikan eksistensi hak ulayat tereliminir seiring dengan perkembangannya. Sinergitas antara kebijakan pemerintah dan masyarakat hukum adat terhadap perlindungan hak atas tanah, belum menunjukkan efektifitasnya karena masyarakat belum memahami secara utuh kebijakan tersebut sebagai kebijakan yang mengakomodir hak-haknya. (3)Proses penyelesaian sengketa tanah yang ada di Kabupaten soppeng, masih cenderung dilakukan melalui proses nonlitigasi yang merujuk pada nilai-nilai kearifan lokal (perdamian melalui negosiasi, musyawarah mufakat, dan mediasi). Ketidak pahaman masyarakat akan UUPA berimplikasi pada overgeneralisasi tentang penguasaan hak atas tanah, sehingga masyarakat ulayat cenderung secara spontanitas lebih memihak pada aturan nonlitigasi yakni dengan berpedoman pada nila-nilai kearifan lokal sebagai pondasi keutuhan masyarakat yang damai dan seimbang. |
Databáze: | OpenAIRE |
Externí odkaz: |
načítá se...