Popis: |
Latar belakang program ini adalah Stunting (kerdil) merupakan kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur dengan panjang atau tinggi badan yang lebih dari minus dua standar deviasi median standar pertumbuhan anak dari WHO. Balita stunting termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi. Balita stunting di masa yang akan datang akan mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal. (Kemenkes RI : 2018)Pada tahun 2018, ditetapkan 100 kabupaten di 34 provinsi sebagai lokasi prioritas penurunan stunting. Jumlah ini akan bertambah sebanyak 60 kabupaten pada tahun berikutnya. Dengan adanya kerjasama lintas sektor ini diharapkan dapat menekan angka stunting di Indonesia sehingga dapat tercapai target Sustainable Development Goals (SDGs) pada tahun 2025 yaitu penurunan angka stunting hingga 40%.Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya didapatkan bahwa wilayah Kecamatan Singaparna merupakan salah satu wilayah dengan prevalensi stunting pada bulan Februari tahun 2019 yaitu sebanyak 136 balita dengan status gizi sangat pendek dan 444 balita dengan status pendek. Dari 5 Desa Cikunir prevalensi kejadian stunting paling tinggi dengan 26 balita dengan status gizi sangat pendek dan 113 balita dengan ststus gizi pendek. Potensi kegiatan pemberdayaan di wilayah Desa Cikunir sangat besar, hal ini dikarenakan Pemerintahan Desa Cikunir sangat kooperatif dan focus pada kegiatan kesehatan salah satunya adalah issue stunting dan ODF. Dalam kegiatan Kabupaten sehat Bupati Tasikmalaya14menyampaikan lokasi khusus untuk permsalahan stunting adalah wilayah Kecamatan Singaparna. Selain itu potensi lain yang memungkinkan untuk dapat menjadi pendukung program adalah ketersediaan kader aktifyang terdistribusi di 12 posyandu.Dampak yang ditimbulkan stunting dapat dibagi menjadi dampak jangka pendek dan jangka panjang. Dampak Jangka Pendek meliputi Peningkatan kejadian kesakitan dan kematian; Perkembangan kognitif, motorik, dan verbal, pada anak tidak optimal; dan peningkatan biaya kesehatan. Dampak Jangka Panjangyang timbul : Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih pendek dibandingkan pada umumnya); Meningkatnya risiko obesitas dan penyakit lainnya; Menurunnya kesehatan reproduksi; Kapasitas belajar dan performa yang kurang optimal saat masa sekolah; dan Produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak optimal.Dalam penanganan stunting, Pemerintah Indonesia merumuskan 5 pilar penanganan stunting. Pada Pilar ke 4 berisi tentang Mendorong Kebijakan Akses Pangan Bergizi; Dalam rangka intervensi penanganan stunting di 2018, disasar 100 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi pun terlibat aktif dalam upaya menekan angka stunting. Ragam penanganan stunting yang berhubungan dengan intervensi spesifik dan sensitif terkait stunting terwadahi lewat Peraturan Menteri Desa tentang Pemanfaatan Dana Desa. Lewat peraturan yang dikeluarkan tersebut, Warga Desa bisa terlibat aktif menghadirkan aneka kegiatan yang berhubungan upaya penanganan stunting. Kehadiran Dana Desa telah membangun 6.041 Pondok Bersalin Desa (Polindes), penyediaan 32.711unit air bersih, 82.356 unit sarana Mandi, Cuci dan Kakus (MCK). Berhasil pula membangun 13.973 Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), 21.357 unit bangunan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini).Berdasarkan hal tersebut, tim pengusul telah melaksanakan berbagai kegiatan untuk mewujudkan Pemodelan DEBASTING (Desa Bebas Stunting) melalui pemberdayaan perempuan dan pendekatan budaya di Desa Cikunir Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya. |